Rabu, 25 Juni 2014

Ilham Firman Haq juga mengomentari statusnya.

 
Ilham menulis: Penambahan poin nilai kemaslahatan bagi anak guru atau anak pendidik di penerimaan peserta didik (PPD) 2013 disoal. Kalangan DPRD Kota berpendapat, tambahan nilai 4,5 untuk penerimaan peserta didik SMP dan tambahan nilai 6 di SMA bagi anak guru di dalam rayon dianggap sebagai suatu yang diskriminatif. Kholison anggota Fraksi Gerindra menegaskan, standarisasi dan kajian besaran tambahan nilai itu tidak jelas. Karena selain terlalu besar, orientasi dalam penambahan juga masih dipertanyakan. "Kami jelas menyayangkan perhitungan penambahan nilai anak guru yang kami anggap terlalu tinggi. Kalau penambahan nilai karena prestasi bagi kami tidak masalah, karena memang pendidikan harus ditunjang dengan prestasi. Bukan karena latar belakang sebagai anak guru," tegasnya. Penambahan itu, akan menjadi gambaran betapa diskriminatifnya sistem pendidikan di Kota Semarang. Padahal, katanya, di kota ini ada ribuan guru yang memiliki anak usia sekolah, atau masuk dalam daftar siswa pencari sekolah baru. "Ini seperti kembali ke jaman kolonial, hanya anak guru dan orang-orang asing yang boleh sekolah. Bedanya, sekarang anak guru diberi kemudahan. Standar penambahan poin sebesar itu apa? Itu perlu dikaji," katanya sambil menceritakan sistem pendidikan di jaman Kolonial Belanda. Anggota DPRD Gunadi Susetyo menegaskan hal yang hampir sama. Menurut dia, ketentuan yang diatur di Perwal tersebut harus direfisi. Harapannya agar tak ada kecemburuan bagi masyarakat, yang dapat merugikan pemkot. Gunadi menegaskan, semua warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan, tanpa membedakan suku, ras dan agama. Hal itu juga telah diatur dalam undang-undang. "Kebijakan ini bisa digugat jika ada masyarakat yang mempertanyakannya. Kami berharap penambahan nilai yang sangat rancu ini bisa dikaji kembali," tegas dia. Sementara Plt Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui, ada beberapa hal dalam kebijakan penerimaan peserta didik (PPD) tahun ini yang masih perlu dikaji. Tak hanya soal penambahan nilai bagi anak guru yang dinilai banyak kalangan terlalu tinggi, penggunaan piagam guna mendongkrak nilai juga akan dikaji kembali. Alasannya, karena standarisasi piagam masih tidak jelas. "Kami sadar itu, banyak piagam yang standarisasinya tak jelas yang digunakan orang tua wali untuk mendaftarkan anaknya. Harapannya nilai anak bisa terdongkrak. Tahun depan kami berjanji akan mengkaji kembali, jika diperlukan akan kami refisi sesuai azas keadilan," tegasnya. - Balas email ini untuk mengomentari status ini.
   
 
   Facebook
 
   
   
 
Ilham Firman Haq juga mengomentari statusnya.
 
   
Ilham Firman Haq
25 Juni pukul 20:18
 
Penambahan poin nilai kemaslahatan bagi anak guru atau anak pendidik di penerimaan peserta didik (PPD) 2013 disoal. Kalangan DPRD Kota berpendapat, tambahan nilai 4,5 untuk penerimaan peserta didik SMP dan tambahan nilai 6 di SMA bagi anak guru di dalam rayon dianggap sebagai suatu yang diskriminatif. Kholison anggota Fraksi Gerindra menegaskan, standarisasi dan kajian besaran tambahan nilai itu tidak jelas. Karena selain terlalu besar, orientasi dalam penambahan juga masih dipertanyakan. "Kami jelas menyayangkan perhitungan penambahan nilai anak guru yang kami anggap terlalu tinggi. Kalau penambahan nilai karena prestasi bagi kami tidak masalah, karena memang pendidikan harus ditunjang dengan prestasi. Bukan karena latar belakang sebagai anak guru," tegasnya. Penambahan itu, akan menjadi gambaran betapa diskriminatifnya sistem pendidikan di Kota Semarang. Padahal, katanya, di kota ini ada ribuan guru yang memiliki anak usia sekolah, atau masuk dalam daftar siswa pencari sekolah baru. "Ini seperti kembali ke jaman kolonial, hanya anak guru dan orang-orang asing yang boleh sekolah. Bedanya, sekarang anak guru diberi kemudahan. Standar penambahan poin sebesar itu apa? Itu perlu dikaji," katanya sambil menceritakan sistem pendidikan di jaman Kolonial Belanda. Anggota DPRD Gunadi Susetyo menegaskan hal yang hampir sama. Menurut dia, ketentuan yang diatur di Perwal tersebut harus direfisi. Harapannya agar tak ada kecemburuan bagi masyarakat, yang dapat merugikan pemkot. Gunadi menegaskan, semua warga negara memiliki hak yang sama atas pendidikan, tanpa membedakan suku, ras dan agama. Hal itu juga telah diatur dalam undang-undang. "Kebijakan ini bisa digugat jika ada masyarakat yang mempertanyakannya. Kami berharap penambahan nilai yang sangat rancu ini bisa dikaji kembali," tegas dia. Sementara Plt Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengakui, ada beberapa hal dalam kebijakan penerimaan peserta didik (PPD) tahun ini yang masih perlu dikaji. Tak hanya soal penambahan nilai bagi anak guru yang dinilai banyak kalangan terlalu tinggi, penggunaan piagam guna mendongkrak nilai juga akan dikaji kembali. Alasannya, karena standarisasi piagam masih tidak jelas. "Kami sadar itu, banyak piagam yang standarisasinya tak jelas yang digunakan orang tua wali untuk mendaftarkan anaknya. Harapannya nilai anak bisa terdongkrak. Tahun depan kami berjanji akan mengkaji kembali, jika diperlukan akan kami refisi sesuai azas keadilan," tegasnya.
 
   Suka
   Komentari
 
 
   
   
 
Lihat Komentar
 
   
   
Balas email ini untuk mengomentari status ini.
 
   
   
 
Pesan ini dikirim ke soul_irfan@yahoo.com. Jika Anda tidak ingin menerima email ini lagi dari Facebook, berhenti berlangganan.
Facebook, Inc., Attention: Department 415, PO Box 10005, Palo Alto, CA 94303
   
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar